Eksploitasi Narasi Pikir Masyarakat



 
Reformasi yang telah bergulir, ternyata membuka keran besar kepada kaum Oligarki menjadi penguasa baru.  Melalui industri media-nya, mereka mengejawantahkan akses publik untuk agenda pemilik modal. Ruang publik yang seharusnya dapat diakses khalayak umum, secara implisit disisipi kepentingan elite untuk melayani nafsu ekonomi-politiknya.

        Runtuhnya Orde Baru dianggap menjadi angin segar untuk perubahan. Rezim fasis dan totaliter yang telah berkuasa 32 tahun silam itu, akhirnya tumbang dan beralih ke era baru, yaitu Reformasi. Banyak kalangan menyebut bahwa agenda reformasi ini digadang-gadang mampu merubah keadaan semua elemen bangsa. Namun faktanya, harapan demi harapan yang telah dirumuskan, tumbang juga karena katidaksamaan visi perjuangan reformasi.
        Kini, di era keterbukaan informasi yang babas tanpa batas, kaum oligarki melalui industri media mampu mengatur dan menggiring opini publik. Media mengatur apa yang seharusnya dibicarakan dan meghindari apa yang tidak layak dibicarakan. Terkesan bahwa media merupakan panutan atau tuhan yang maha benar. Seperti contoh, tayangan program televisi yang sejatinya “abal-abal” dengan sedikit bumbu dan sajian narasi  memukau, akhirnya mempu menghegemoni masyarakat.
      Dalam buku ini, secara lengkap mengupas sajian televisi dan media pasca-Orde Baru, yang merupakan hasil kumpulan tulisan dari beberapa penulis yang giat dalam kajian televisi dan media. Ada empat sajian yang dibedakan, pertama, sebuah kritik terhadap praktik jurnalisme yang dianggap hanya asal muasal pembuatanya. Tidak didasari oleh kode etik jurnalistik secara sistematis. Kedua, analisis terhadap konten media dan program tanyangan televisi yang lebih menitik beratkan pada esensi atau hakikat pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak umum. Ketiga, kondisi riil media dan tayangan televisi saat ini. Yaitu mebincang masalah bisnis dan persoalan rating untuk kelangsungan hidup media. Dalam bagian ini, dicantumkan pula beberapa resensi buku. Yang terakhir, keempat terkait pandangan umum, dan kritik terhadap cara berfikir masyarakat umum dalam menafsirkan tayangan televisi.

Bermain Framing

        Semua ulasan dan konten dari buku ini merupakan keseluruhan kritik dengan argumentasi yang logis dan teoritis. Imam Wahyudi, salah satu penulis, mengkritik program Reportase Investigasi yang ditayangkan di Trans TV. Dia berasumsi bahwa praktik investigasi yang dilakukan mengundang banyak pertanyaan. Seakan kerja ivestigasi tersebut adalah “settingan” dengan menggunakan kretifitas pengolahan gambar dari kemera yang seakan “tersembunyi” dan pengakuan pelaku, baik nama, wajah, selalu disamarkan.
        Kemudian, dalam ruang analisis terhadap konten media dan tayangan telivisi saya tertarik dengan kritik terhadap program Talk Show ,  seperti Kick Andy yang disiarkan di Metro TV. Penulis memaparkan adanya delusi atau pandangan yang tidak berdasar.
       Dalam program itu, Andy F.Noya selaku pemegang kendali acara, akan menokohkan sosok narasumber secara berlebihan dengan logika yang salah. Kalau menonton Kick Andy, kita seperti diajak untuk melupakan perbincangan politik, ekonomi, dan isu konspirasi yang timbul akibat pergolakan politik. Padahal, tema-tema yang diangkat dalam stiap episodeya berkaitan dengn masalah politik atau ekonomi. Kita dialihkan untuk menilik dari moral value saja. Hanya terbatas pada logika normatif dan pesan-pesan moral belaka.
       Seperti episode “para pengusaha belia” didatangkan narasumber anak muda 20-an tahun bisa membeli ratusan hektare kebun. Sementara ribuan gadis lain seusianya sama-sama giat bekerja dan rajin menabung, tapi berakhir dengan bekas tamparan majikanya. Statement yang dibangun dalam episode tersebut bahwa betapapun miskin kondisi orang tuanya, motonya adalah ulet pangkal kaya.
         Selain acara semacam Kick Andy diatas, masih banyak program serupa yang dikritisi dalam buku ini. Dalam konteks budaya juga disinggung. Penafsiran televisi akan kebudayaan yang cakupanya meliputi antar suku, ras, agama, dan kearifan lokal ditarsirkan televisi secara dangkal. Atas konsepsi tayangan komedi, lelucon, hal sakral kebudayaan di hilangkan oleh televisi. Hal ini berbahaya karena akan menimbulkan narasi peradigmatik yang membangun logika setiap orang.
         Contohnya adalah, tayangan “Keluarga Minus” yang disiarkan trans Tv. Tayangan bila dibiarkan akan merusak moral dan narasi pengetahuan anak bangsa. Dalam tayangan itu menggambarkan bahwa, ada satu keluarga yang terdiri dari berbagi suku yang hidup dalam satu rumah. Ibunya adalah keturunan Batak, ayah dan minus-nya merupakan suku papua. Kemudian, ada pembantu keluarga yang tergambarkan adalah suku jawa. 
         Tayangan televisi itu menunjukkan sebuah “Kebhinekaan” yang terwujud dalam sautu keluarga. Namun, yang menjadi maslah adalah bangunan narasi paradigmatik yang dikembangkan televisi itu salah kaprah. Bahwa, gambaran sosok ibu dari suku batak, identik dengan kaya raya, crewet, cantik, tapi pelit. Pun, gambaran yang diperankan minus adalah orang timur yang lugu, tidak modernis, gumunan, dan mengundang banyak tawa.  
          Apabila hal itu ditelan mentah oleh pemirsa, maka akan membentuk sebuah narasi berpikir yang menunjukkan bahwa karakter orang batak semaca itu, karakter papua semaca itu. Padahal tidak semua orang berkarakter seperti itu.  Hal tersebut mengundang unsur kekerasan simbolik SARA dalam tayangan tersebut.
          Terlalu berlebihan dalam memahami logika psikologi posisitif, secara tidak lagsung akan mendangkalkan daya kritis kita. Daya kritis kita melemah karena dasar normatif, bahwa semua yang terjadi “ada segi positifnya”, hal inilah yang menjerumuskan kita untuk malas berfikir, bertindak, dan menghendaki yang instan dan praktis. Padalah sebuah pengetahuan itu dibentuk atas dasar dialektika, ada tesa, antitesa, dan sintesa.
           Sebagai simpulan, bahwa era media saat ini bergulir begitu cepat. Terutama bagi media mainstream yang logikanya adalah mengikuti pertumbuhan pasar. Padalah sebuah informasi haruslah yang mendidik, mencerdaskan, dan mencerahkan. Pemanfaatan media sosial harus digalakkan dalam ranngka meng-counter pengaruh dari media mainstream.


 

Komentar

  1. Casino & Slots - Mapyro
    With over 거제 출장안마 2200 남양주 출장안마 slot 전라남도 출장샵 machines and over 1600 table games, a 통영 출장마사지 variety of exciting casino games are Casino & Slots - The 광주 출장안마 Casinoyro logo.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer