MAKALAH TAUHID : TRADISI MEMBANGUN RUMAH MASYARAKAT JAWA
A.
PENDAHULUAN
Tradisi
dan kebudayaan merupakan elemen yang melekat dan hal yang paling dekat di
setiap tatanan masyarakat. Desa mawa cara
adalah ungkapan bahasa jawa yang artinya “beda desa beda cara” bahwa dalam
tiap kawasan wilayah masyarakat memiliki adat dan tradisi yang berbeda-beda.
Itulah yang menyebabkan adat dan tradisi masyarakat indonesia beraneka ragam.
Dalam konteks ke-jawa-an kita menjumpai banyak
adat dan tradisi yang berkembang dimasyarakat. Kadang tradisi tersebut banyak
yang mengkritisi karena dianggap menyimpang dari syariat agama islam. Bahkan
tidak sedikit pula yang mengaggap hal tersebut bid’ah atau sesuatu yang tidak
ada dalam tardisi islam. Berkaita dengan hal tersebut, perlu adanya pelurusan
makna yang berhubungan dengan adat dan tradisi khusunya di masyarakat jawa.
Salah satu contoh adalah tradisi bangun rumah dalam
masyarakat jawa. Banyak pendapat yang bersangkutan dengan pemenuhan
syarat-syarat “sesajen” yang harus dipenuhi dalam membangun rumah. Ada yang
mengatakan hal tersebut adalah syirik, dan ada pula yang mengatakan itu sebuah
aneka ragam budaya asli masyarakat jawa yang perlu diruwat.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik
mengangkat kajian terkait dengan tradisi bangun rumah masyarakat jawa.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian tradisi bangun rumah?
2. Bagaimana
tadisi bangun rumah masyarakat jawa?
3. Bagaimana
nilai-nilai yang terkandung dalam tadisi bangun rumah masyarakat jawa?
4. Bagaimana
analisis tradisi bangun rumah masyarakat jawa?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
tadisi bangun rumah
Koentjaraningrat dalam buku Kajian
Budaya Jawa (2008) berpendapat bahwa budaya berasal dari kata “ buddhayah
(sansekerta) bentuk jamak dari buddhi / akal. jadi kebudayaan berarti hal-hal
yang bersangkutan dengan budi dan akal. Keseluruhan isi serta kemampuan alam
piiran dan alam jiwa manusia dalam hal
menanggapi lingkungannya disebut metalitet tidak terlepas dari hubungannya
dengan sistem nilai budaya. Kebudayaan meliputi gagasan-gagasan, cara berfikir,
ide-ide yang menghasilkan norma-norma, adat-istiadat, hukum dan
kebiasaan-kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat.
Tingkat yang lebih tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat adalah sistem
nilai budaya, karena sistem niali budaya merupakan konsep yang hidup dalam alam
pikiran (sebagian) masyarakat. sitem nilai budaya tidak saja berfungsi sebagai
pedoman tetapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup. (Imam
Sutarjo, 2011:12)[1]
Foklor merupakan wujud budaya yang
diturunkan dan atau diwariskan secara turun-temurun secara lisan (oral). Dalam
pandangan Archer Taylor
(Danandjaya,2003:31) dalam buku Foklor Jawa, foklor adalah bahan-bahan yang
diwariskan oleh tradisi, baik melalui kata-kata dari mulut ke mulut maupun dari
praktik adat-istiadat. Tegasnya, foklor merupakan bagian dari kebudayaan yang
bersifat tradisional, tidak resmi (unofficial), dan noninstitusional.
Berkaitan
dengan kajian teoritis tersebut, rumah menjadi obyek pembahasan. Rumah akan terasa
indah apabila didalamnya ada orang sholeh dan sholehah yang senantiasa
melakukan perbuatan yang bagus. Seperti di terangkan dalam al-qur’an, rumah yang didalamnya selalu di hiasi
dengan bertaqwa kepada allah itu
rumahnya akan selalu memancar cahaya yang sangat terang.
Ketika
membangun rumah, orang jawa selalu
diiringi doa dengan harapan agar tempat tinggalnya dapat memberi kebahagiaan
dan kesejahteraan serta ketenangan hati bagi penghuninya.untuk itulah designnya
selalu menggabungkan unsur fisik dan non fisik.
Beberapa perangkat Jawa
antara lain :
Sarat sarana, gunanya dijauhkan dari kesulitan,
dimudahkan dalam pelaksaaannya dan didekatkan dari kebaikan.
Pada jaman dahulu bagi kebanyakan masyarakat jawa untuk membangun
sebuah rumah, diperlukan
persiapan yang lebih matang dibandingkan dengan jaman sekarang, bukan hanya
mementingkan berapa biaya yang harus di keluarkan tetapi lebih cenderung
memikirkan hal-hal lain menyesuaikan tradisi,
saperti hari apa sebaiknya memulai membangun, siapa yang sebaiknya dimintakan
pertolongan untuk membangunnya,
bentuk yang bagaimana lelaku yang sebaiknya dilakukan, jenis sesajen yang harus
dibuat, dll.
Jaman sekarang kebanyakan kita lebih
bisa berpikir praktis dan mungkin penekanan lebih pada anggaran biaya yang kita
punya. Bentuk bangunan pun sekarang lebih bebas dalam menentukannya, tapi tidak
ada salahnya kalau kita sedikit merenung kembali tradisi orang tua kita dahulu
dalam membangun rumah terutama bagi orang jawa.[2]
Dalam proses membuat rumah orang-orang biasanya memberikan sebuah makanan (sesaji) guna memperayai sesuatu hal
yang bisa membuat orang mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.
Biasanya setiap sebelum membuat
rumah di berikan :
1. Beras
2. Bumbu – bumbu dapur
3. Tebu Sejodo
4. Pisang Sejodo
5. Padi satu ikat
6. Kelapa 2 buah
7. Kupat dan Lepet
8. Tikar daun pandan, Bantal, guling
9. Bendera Merah Putih
1. Beras
2. Bumbu – bumbu dapur
3. Tebu Sejodo
4. Pisang Sejodo
5. Padi satu ikat
6. Kelapa 2 buah
7. Kupat dan Lepet
8. Tikar daun pandan, Bantal, guling
9. Bendera Merah Putih
2.
Tradisi
bangun rumah masyarakat jawa
Rumah adalah tempat tinggal bagi manusia
yang sangat dibutuhkan di kehidupan manusia untuk kelangsungan hidup. Setiap
orang ingin selalu mempunyai rumah sendiri.
Walaupun tidak begitu mewah atau megah tapi sederhana itu sudah cukup bagi
seseorang. Rumah dianggap sangat
diperlukan dalam hidup orang, Bisa dikatan rumah sebagai kebutuhan primer.
Rumah menyimpan banyak manfaat bagi orang. Dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan seseorang. Diantara fungsi rumah yaitu :
·
Sebagai tempat untuk melepas lelah, beristirahat
setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari.
·
Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau
pembina rasa kekeluargaan bagi segenap keluarga yang ada.
·
Sebagai tempat untuk melindungi diri dari kemungkinan
bahaya yang datang mengancam.
·
Sebagai tempat untuk status sosial yang dimiliki.
·
Sebgai tempat untuk melepaskan atau menyimpan
barang-barang berharga yang dimilikinya.
·
Sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan jasmani.
·
Sebagai tempat memenuhi kebutuhan rohani.
·
Sebagai tempat perlindungan terhadap penularan
penyakit menular.
·
Sebagai tempat perlindungan terhadap gangguan atau
kecelakaan.
Bahan-bahan
yang harus dilengkapi untuk syarat bagun rumah antara lain :
1.
Beras
Dalam hal ini, beras ini di taruh didalam panci untuk menanak nasi ( kendel). Yang kemudian ditaruh diatas / di gantung di atap ( blandar ) rumah.
Beras itu dianggap sebgai barang yang dibuat lambang dan do’a dalam hal ketetapan / tunggon supaya betah dirumah / Krasan. Beras ini di lambangkan orang dan panci untuk menanak nasi ( kendel ) itu sebagai rumah untuk wadah orang itu, kata orang jawa “ rogo rindi ae iu balek reng wadahe “.
Dalam hal ini, beras ini di taruh didalam panci untuk menanak nasi ( kendel). Yang kemudian ditaruh diatas / di gantung di atap ( blandar ) rumah.
Beras itu dianggap sebgai barang yang dibuat lambang dan do’a dalam hal ketetapan / tunggon supaya betah dirumah / Krasan. Beras ini di lambangkan orang dan panci untuk menanak nasi ( kendel ) itu sebagai rumah untuk wadah orang itu, kata orang jawa “ rogo rindi ae iu balek reng wadahe “.
2.
Bumbu – bumbu dapur
Dalam hal ini bumbu dapur ini sebagai pasangan dari
Beras. Ibarat ketuanya itu beras bumbunya itu sebagai wakilnya. Ibarat dalam makan
Nasi itu lebih enak apabila ditambahi bumbu, bumbu akan menjadikan terasa lebih
enak.
Dan bumbu ini di bungkus dan di taruh dengan beras.
Dan bumbu ini di bungkus dan di taruh dengan beras.
3.
Tebu Sejodo
Dalam hal ini, tebu yang dipilih yaitu tebu hijau, bisa yang sudah matang
atau yang belom matang. Yang tebu itu mempunyai arti tebu itu bisa membuat
enak, tidak enak, manis, pahit dalam kehidupan tergantung yang memiliki. Tebu
itu sejodo karena juga melambangkan perjodohan mengharapkan keharmonisan dalam
berumah tangga dan merasakan kemanisan dalam keluarga.
4.
Pisang Sejodo
Dalam hal ini pisang sejodo yaitu jenis pisang raja
dan Pisang kawesto yang sudah matang yang bisa dimakan. Pisang ini 2 Lirang
(Tundon) jika tidak pisang raja dan kawesto dianggap kurang pas (ora mantep) pisang
ini memiliki arti seseorang itu saling membutuhkan, dalam hal apa apa dalam
keluarga harus saling membantu, karena sesuatu yang dilakukan sendiri hasilnya
tidak bisa memuaskan.
5.
Padi satu ikat
Dalam hal ini padi satu ikat ini padi yang masih ada
batangnya yang diambil dari perkebunan orang yang membuat rumah, ukurannya
tidak terlalu beras ikatannya dan tidak terlalu kecil ikatannya dalam arti
ikatannya sedang saja.
Padi ini memiliki arti Pancer atau menjadi bahan konsumsi orang yang supaya ada selalu ada didalam rumah.
Padi ini memiliki arti Pancer atau menjadi bahan konsumsi orang yang supaya ada selalu ada didalam rumah.
6.
Kelapa 2 buah
Dalam hal ini kelapa yang dipilih yaitu kelapa hijau
yang masih muda.
Yang memiliki arti semoga orang yang menempati rumah tersebut selmat (tentrem).
Dan menjadikan kehidupan yang baik bagi orang, seperti kata orang jawa “ biso dadekke legane wong urep.
Yang memiliki arti semoga orang yang menempati rumah tersebut selmat (tentrem).
Dan menjadikan kehidupan yang baik bagi orang, seperti kata orang jawa “ biso dadekke legane wong urep.
7.
Kupat dan Lepet
Dalam hal ini kupat lepet itu yang sudah dimasak. Kupat
lepet ini dianggap sebagai makanan yang mempunyai khasiat yang sangat besar dan
banyak.Kata orang jawa kupat lepet ini yaitu wahanane : jodoh yang saling membutuhkan.
lelaki butuh wanita dan wanita membutuhkan laki - laki dalam rumah tersebut.
8.
Tikar daun pandan, Bantal, guling
Dalm hal ini yang dipilih tikar yang terbuat dari daun
pandan karena orang dahulu sangat suka membuat alas tidurnya itu dari daun
pandan. Tikar daun pandan, Bantal, guling ini melambangkan akan adanya orang
yang bertempat tinggal dan menetap disitu.
9.
Bendera Merah Putih
Dalam Hal ini bendara merah putih melambangkan bahwa
orang yang menetap ini warga Negara Indonesia. Hal hal diatas ini semua
digantungkan di bagian atas rumah, boleh dimakan dan diambil ketika rumah itu
sudah terbangun dengan sempurna dan kemudian di khajati dan selang 4,5,6 hari
setelah rumah itu di khajati, barang yang di taruh diatas tersebut baru diambil
dan dan apbila ada yang masih / tidak dimakan orang barang diatas tersebut maka
barang itu harus diberikan kepada pegawai yang membuat rumah tersebut atau
kepada orang yang menunjukkan hari / tanggal dalam untuk membuat rumah
tersebut.
Dalam membuat rumah ini, orang jawa sering memilih –
milih hari. Karena didalam orang jawa itu ada tanggalnya, dan tanggal untuk
orang yang membuat rumah itu memilih hari yang baik, biasanya hari itu hari
lahirnya orang yang akan bertempat tinggal tersebut. Apabila hari orang yang
akan bertempat tinggal tersebut mendapat hari yang tidak baik maka yang diambil
tgl yaitu hari tengah antara orang yang bertempat tinggal tersebut, diantara
hari yang bagus untuk membangun rumah yaitu hari sabtu atau rabu, dan pada
tanggal hitungan jawa yaitu guru atau ratu tapi yang lebih baik diantara guru
dan ratu yaitu guru.[3]
3.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam tradisi bangun rumah masyarakat jawa
Dalam
adat tradisi bangun rumah ini terkandung beberapa nilai yang patut untuk
diambil ibrahnya. Diantara nilai tersebut adalah :
a) Nasionalisme
Semangat nasionalisme
diimplementasikan melalui simbol bendera merah putih yang terpasang di tiang
besar dalam tradisi bengun rumah masyarakat jawa. Dalam hal ini memasang
bendera bermaksud untuk menghormati leluhur yang telah gigih berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia.
Membangun rumah dalam
tradisi masyarakat jawa merupakan kiasan dari perjuangan membangun sebuah
negara yang dilakukan pahlawan. Jadi simbol bendera merah putih adalah sebuah
nilai nasionalisme yang tersirat dari trdisi bangun rumah.
b) Sedekah
hasil bumi
Sedekah ini diaktualisasikan
dengan menyiapkan pisang 2 pasang (selirang), Padi 2 ikat, Tebu 2 ikat. Hal ini
merupkan buah rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT atas hasil bumi
dari desanya. Dengan harapan bahwa akan ada rezeki yang mengalir selama
menempati rumh yang akann dibangun tersebut.
4.
Analisis
tradisi bangun rumah masyarakat jawa
Dari
beberapa penjelasan diatas, dengan pemaparan berdasar pada kajian teoritis,
dalam tradisi bangun rumah masyarakat jawa tidak ditemukan adanya unsur syirik
didalamnya. Hal tersebut terbukti bahwa semua persyaratan yang digunakan dalam
bangun rumah tidak dimaksudkan untuk persembahan pada makhluk ghaib atau sesaji
untuk berhala.
Namun
yang perlu digaris bawahi disini adalah terdapat hal yang perlu diambil
ibrahnya. Contohnya adalah memasang bendera merah putih yang merupakan simbol
nasionalisme. Terkait dengan menyiapkan kelapa muda, pisang dan tebu lebih
baiknya dialih fungsikan dengan menggelar hajatan atau sedekah bersama supaya
tidak mubadzir dan tekandung nilai sosialnya.
D.
PENUTUP
Sekian
banyak tradisi masyarakat jawa yang hingga kini masih dipegang teguh, ternyata
ada hal yang dapat diambil pelajarn. Seperti yang telah kita kaji saa ini
terkait tradisi bangun rumah masyarakat jawa yang syarat akan makna dan
filosofisnya. Tidak semua tradisi itu hal yang kotor dan mengganggu syariat
agama islam. Melainkan kita kaji dari sudut pandang lain yaitu nilai
nasionalisme, gotong royong, dan sosilanya yang terkandung di dalamnya.
Sekian
dari pembahasan sedikit terkait dengan tradisi masyarakat jawa yaitu bangun
rumah. Tentunya dalam penulisan ini banyak terjadi kesalahan dan masi rendahnya
kevalid-an data dari penulis paparkan. Penulis berharap ada kritik yang
membangun dan saran yang raelistis untuk kebaikan bersama.
E. DAFTAR
PUSTAKA
TRADISI
MEMBANGUN RUMAH MASYARAKAT JAWA
(Study
Teoritis dan Analysis)
KARYA
TULIS
Disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah : TAUHID
Dosen Pengampu : Bpk. Shofa Muthohar, M.Pd
Disusun
Oleh :
Syamsuddin
Nur Majid (1403086061)
Karya
Tulis Tugas Hari : Rabu, 12 November 2015, Jam Ke-2, Kelas : PB-3B
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
Komentar
Posting Komentar